Kartu Vaksin Covid-19 Jadi Syarat Beraktivitas

Batam, alurmews.com | Kartu Vaksin menjadi kartu sakti. Semua urusan selalu dikaitkan dengan Kartu Vaksin. Mau masuk Mall harus punya kartu vaksin. Mau naik pesawat terbang, kapal laut dan kereta api harus punya kartu vaksin. Mau makan di restoran harus punya kartu vaksin. Mau nikah harus punya kartu vaksin. Mau kerja di perushaan juga harus punya kartu vaksi. Boleh berdagang tapi harus punya kartu vaksin. Boleh belanja tapi harus punya kartu vaksin. Bahkan di Dumai ada yang mau masuk jalan tol juga harus punya kartu vaksin. Orang miskin tidak bisa dapat bantuan pemerintah kalau tidak punya kartu vaksin. Pokoknya semua urusan harus punya kartu vaksin.
Larangan terhadap orang yang tidak punya kartu vaksin untuk masuk ke Mall, terbang, makan di restoran, masuk tempat hiburan – justru akan menguntungkan masyarakat. Pasalnya, merubah kebiasaan manusia yang sudah menjadi praktis, style dan prestise itu tidak mudah. Semua kegiatan yang disebutkan di atas merupakan bentuk pemborosan hidup. Larangan itu akan membangun kebiasaan baru bagi masyarakat untuk bisa hidup lebih sederhana, meski awalnya terpaksa.
Sama sulitnya merubah kebiasaan orang yang berhutang dan membeli barang secara kredit. Perlu rumah tinggal kredit. Perlu kendaraan tinggal kredit. Perlu barang-barang rumah tangga tinggal kredit. Orang tidak pernah berhitung berapa perpedaan harga tunai dengan kredit. Berapa besar bunga yang dibayar dengan cicilan itu? Minimal 50 persen di atas harga cas, bahkan ada yang hingga 200 persen. Orang seolah dibuat praktis, tapi menjerat dan memperkaya perusahaan finance. Orang tidak lagi mau menabung terlebih dahulu menunda keinginan memiliki suatu barang hingga uang cukup terkumpul. Jadi saran buat pemerintah, tolong disyaratkan untuk kredit dan transaksi apapun tolong wajibkan juga dengan kartu vaksin.
Siapa yang rugi? Pemilik mall, para pedagang di mall, pemilik restoran, pemilik tempat hiburan, dan maskapai penerbangan. Mereka semua bisa bangkrut kalau orang yang datang sedikit dan dibatasi. Masyarakat akan memilih banyak alternative pilihan lainnya. Tidak bisa ke mall pindah ke pasar. Kualitas barang tidak akan kalah. Begitu juga dengan makanan jalanan tidak akan kalah rasa dibanding restoran. Yang membedakan itu hanya nuasa tempat. Yang butuh barang branded tinggal pesan online.
Kalau para korporasi besar pemilik mall, maskapai, tempat hiburan, hotel dan sebagainya bangkrut – mereka tidak membayar pajak. Siapa yang paling rugi? Pemerintah sendiri tidak mendapatkan masukan uang. Bukankah pemerintah hidupnya hanya dari pajak yang dibayar masyarakat dan pengusaha? Jika tidak ada lagi yang bayar pajak, bagaimana pemerintah mau jalan? Ngutang. Itu kalau masih ada yang diutangi.
Bahkan ketika mall, penerbangan, tempat hiburan, restoran dan semua urusan itu pemerintah bebaskan dari semua persyaratan kartu vaksin, dan tes PCR Swab maupun Antigen belum tentu ramai. Masyarakat sudah tidak memiliki uang. Masyarakat sudah lama kehilangan pekerjaan dan kehilangan penghasilan. Masyarakat sudah lama kehilangan daya beli. Masyarakat juga sudah mulai terbiasa hidup apa adanya.
Belum lagi itu jika melihat data kemampuan vaksinasi dan jumlah masyarakat yang divaksin. Hingga 8 Agustus 2021, orang yang divaksin baru mencapai angka 50 jutaan. Selama PPKM diberlakukan sejak 3 Juli hingga 9 Agustus ada penambahan 20 jutaan. Itu dicapai dengan gerakan intern dan massif. Masyarakat yang perlu vaksin akan ikut vaksin, tapi yang tidak perlu mereka diam saja. Begitu juga yang terpaksa vaksin karena butuh kartu vaksin untuk syarat kerja. Program vaksinasi meski dipaksakan dengan berbagai ultimatum tetap saja tidak mampu menjangkau seluruh penduduk. Bahkan target pemerintah sendiri hanya 208 juta dari 271 jutaan penduduk Indonesia. Artinya tidak semua. Begitu juga melihat kemampuan dan capai dalam kurun waktu tertentu.
Jika hingga saat ini baru 50 jutaan yang divaksin, itu yang kalian ijinkan untuk masuk ke mall, terbang dan sebagainya – berapa persen mereka yang punya kemampuan financial. Bagaimana nasib 220 juta penduduk yang belum divaksin, menunggu divaksin dan tidak mau divaksin itu? Masyarakat akan menunda semua kegiatan yang terhalang hanya karena wajib punya kartu vaksin. Masyarakat akan bertahan dengan cara mereka sendiri. Pemerintah sendiri yang justru akan terjebak dalam masalah rumit ‘masalah keuangan negara’ akibat memaksakan program vaksinasi ini – melupakan esensi perputaran ekonomi. Vaksinasi tidak perlu dipaksakan. Tidak boleh dipaksakan. Masyarakat juga tidak bisa dipaksa-paksa. Mengapa tidak digunakan cara yang mengedukasi masyarakat akan pentingnya vaksinasi?
Selama ini, sejak covid19 dinyatakan sebagai pandemic di Indonesia Maret 2020 lalu – pemerintah sudah beberapa kali membuat kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat dengan berbagai istilah. Tapi selama itu pula, masyarakat bertahan dengan caranya sendiri untuk tetap bertahan hidup. Sebagian kecil yang mendapatkan bantuan dari pemerintah. Bahkan anggaran bantuan social untuk masyarakat pun dikorupsi oleh menteri dan para pengelola keuangannya. Masyarakat juga tidak terlalu peduli ketika mereka Cuma dihukum ringan, padahal ancamannya seumur hidup bahkan mati.
Jangan-jangan kalian yang sedang memimpin ini tidak paham apa fungsi pemerintahan. Setiap membuat aturan dan kebijakan pasti ada konsekuensinya. Apapun istilah yang kalian pakai; lockdown, karantina wilayah atau PSBB, atau PPKM – tetap saja dalam kondisi terjangkitnya wabah penyakit menular seperti Covid19 ini, pemerintah wajib memenuhi hak rakyat. Saya kasih tahu kalian semua. Pembatasan kegiatan di tempat umum atau fasilitas umum dilakukan dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk (sesuai dengan Pasal 4 ayat (3) PP 21/2020).
Yang dimaksud dengan ‘kebutuhan dasar penduduk’ antara lain, kebutuhan pelayanan kesehatan, kebutuhan pangan, dan kebutuhan hidup sehari-hari lainnya (sesuai dengan penjelasan Pasal 4 ayat (3) PP 21/2020). Supaya lebih jelas lagi, kita rujuk pada ketentuan Pasal 7, Pasal 8, Pasal 39, Pasal 52, Pasal 55, dan Pasal 79 UU Kekarantinaan Kesehatan tahun 2018, serta Pasal 8 jo. Pasal 5 Undang-undang No.4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (UU tentang wabah penyakit menular tahun 1984).
Semua tanggung jawab dan kewajiban pemerintah itu dinyatakan dengan sangat jelas. Hal-hal apa saja yang menjadi hak warga yang wajib dipenuhi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, beserta instansi-instansi terkait saat terjadinya wabah penyakit menular, situasi kedaruratan kesehatan masyarakat, dan berada dalam situasi karantina wilayah maupun karantina rumah, maupun dalam status Pembatasan Social Berskala Besar.
Hal rakyat yang seharusnya kalian penuhi yakni sebagai berikut :

  1. Hak mendapatkan pelayanan kesehatan dasar sesuai kebutuhan medis;
  2. Hak mendapatkan kebutuhan pangan, dan kebutuhan kehidupan sehari-hari lainnya;
  3. Hak memperoleh perlakuan yang sama dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan;
  4. Hak mendapatkan pemenuhan kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak oleh pemerintah, yang mana pelaksanaannya melibatkan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan pihak terkait;
  5. Bagi setiap orang yang datang dari negara dan/atau wilayah Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, ia berhak mendapatkan pelayanan dari Pejabat Kekarantina Kesehatan yang meliputi :
    (1) Penapisan;
    (2) Kartu Kewaspadaan Kesehatan;
    (3) Informasi tentang tata cara pencegahan dan pengobatan wabah;
    (4) Pengambilan specimen/sampel;
    (5) Rujukan; dan
    (6) Isolasi.
  6. Hak mendapatkan ganti rugi akibat mengalami kerugian harta benda yang disebabkan oleh upaya penanggulangan wabah;
  7. Hak mendapatkan informasi Kekarantinaan Kesehatan sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan masuk dan/atau keluarnya kejadian dan/atau factor resiko yang dapat menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
    Merujuk pada 7 (tujuh) hak-hak dasar masyarakat saat situasi wabah, status kedaruratan kesehatan masyarakat, karantina rumah, maupun karantina wilayah, maka Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah harus sudah siap memperhitungkan alokasi anggaran untuk memenuhi hak-hak dasar warga tersebut. Apa negara sudah tidak ada duit lagi untuk alokasi tersebut? Bukankah banyak orang kaya Indonesia punya dana puluhan bahkan ratusan triliun? Minta sumbang dana mereka. Jika tidak mau, paksa. Rampas untuk kepentingan bangsa dan negara. Mengapa kalian bisa memaksa pelaksanaan satu kebijakan kepada hampir semua rakyat kecil, tapi tidak pada mereka?
    Jadi tidak bisa negara melalui pemerintahannya hanya memaksa rakyat melakukan sesuatu walaupun dengan dalih untuk kepentingan dan kebutuhan bersama tapi mengabaikan kebutuhan dasar mereka. Jangan kalian hina rakyat tidak patuh pada pemerintah bila kalian tidak pedulikan solusi untuk kebutuhan dasarnya. Jangan kalian tangkapi mereka bila keluar rumah, jangan kalian bentak-bentak dan caci maki dengan dalih demi menjaga kesehatan tapi kalian abaikan urusan perutnya. Warga negara sendiri kalian caci maki saat mencari sesuap nasi saat keluar rumah – sementara kalian tidak menanggung kebutuhan kehidupan mereka.
    Jangan pula ada yang sok bicara ambil hikmah dari musibah corona. Hikmah apa yang bisa kalian simpulkan dari kejadian ini semua? Tahu tak kalian cara mengambil hikmahnya? Sama tak hikmah yang kalian ambil dalam keadaan perut kenyang dengan perut rakyat yang keroncongan, mulutnya kering dan otaknya sedang kacau?
    Bagi kami hikmahnya saat ini adalah, BENCANA COVID19 ini telah menunjukkan kalau negara ini tidak sanggup melindungi rakyatnya. Presiden, Gubernur, Bupati dan Walikota hanya sanggup berjanji dalam kata, tapi dusta dalam realita. Para pejabatnya hanya ingin kaya dan tak peduli nasib rakyat jelata. Dan para pengusaha hanya sibuk menumpuk harta tanpa peduli arti kata sengsara.
    Maka wahai para pemimpin negara, lakukan kewajiban kalian, dan kami akan lakukan kewajiban sebagai rakyat. Ketahuilah, di negeri ini… bencana kelaparan jauh lebih nyata dibandingkan bencana corona..!

sumber : blog pribadi Cak Ta’in Komari