AlurNews.com – Kolaborasi seni antara Eggy Yunaedi, seorang seniman dan pegiat kebudayaan kelahiran Rembang bersama petani garam dan warga Desa Dasun, Lasem menyelenggarakan kegiatan seni bertajuk Bancaan Rupa di Tambak Gede, Desa Dasun, Lasem Kabupaten Rembang, Kamis-Sabtu (16/11/2023).
Kolaborasi tersebut melahirkan sebuah lukisan berukuran raksasa yang menggunakan garam sebagai bakan lukis di atas tambak. Karya berukuran 21 kali 33 meter ini diyakini akan menjadi lukisan garam di atas tambak yang pertama dan terbesar di dunia.
Melengkapi proses dan pameran lukisan garam tersebut juga diselenggarakan sarasehan dan pertunjukan hiburan.
Pembuatan lukisan garam berukuran raksasa tersebut memakan waktu tiga hari, dikerjakan oleh sepuluh orang petani garam Desa Dasun bersama Eggy Yunaedi yang dibantu oleh dua orang asisten, yaitu Sofyan Kancil dan Imam Bocah. Mereka membuat lukisan dengan cara menaburkan garam di atas lahan tambak, membuat garis dan bidang yang membentuk lukisan monokrom di atas tiga petak tambak. Taburan putihnya butiran garam di atas warna tanah tambak tersebut akan memunculkan figur petani garam yang dikelilingi ornamen-ornamen yang menggambarkan bumi, matahari, air dan angin serta gunungan, naga dan burung hong serta ornamen Islami. Simbol empat elemen alam dan tiga elemen budaya itu juga diwujudkan dalam tujuh kerucut garam melambangkan doa dan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa atas alam dan budaya yang memberi penghidupan kepada petani garam maupun masyarakat Dasun.
Tak jauh dari lokasi tambak, pada Sabtu 18 November pagi hendak diselenggarakan sarasehan “Garam, Seni, Budaya dan Peradaban” yang menyoal garam dam kolaborasi seni Bancaan Rupa dari berbagai perspektif. Sarasehan tersebut menghadirkan lima narasumber, yakni Eggy Yunaedi, Angga Hermansyah, Exsan Ali Setyonugroho, Kris Budiman , Heru Hikayat dan. Sebagai penggagas Eggy yang tampil di sesi awal sarasehan menyampaikan metode, proses dan konsep karya Bancaan Rupa. Eggy adalah perupa kelahiran Rembang yang belakangan akif membuat karya berskala besar di ruang terbuka. Di antara karya tersebut adalah intalasi “Melangitkan Doa” yang ikut memeriahkan Harlah 1 Abad Nadlatul Ulama di Sidoarjo beberapa waktu yang lalu. Karya ini dicatat oleh Museum Rekor MURI sebagai display doa terbanyak dan terbesar di dunia. Eggy juga sempat melakukan karya kolaboratif berskala besar dengan komunitas Sedulur Sikep dalam membuat instalasi “Suluh Samin” dengan menggunakan 2000 obor.
Dalam Bancaan Rupa kali ini Eggy Yunaedi kembali memilih pola kerja kolaboratif menggandeng masyarakat setempat sebagai upaya agar karya menjadi lebih kontekstual. Bagi Eggy, tambak garam di Desa Dasun, Lasem adalah ruang yang memiliki sejarah dan narasinya sendiri. Eggy berpendirian bahwa modal simbolik setempat harus diperhitungkan dalam menggarap sebuah karya. Baginya masyarakat setempat adalah pihak yang paling punya daulat untuk mendefisikan ruangnya. Oleh karenanya sejak dari awal Eggy mendudukkan karya ini dalam perspektif petani garam dan warga Dasun. Eggy meleburkan diri dalam perspektif yang memandang kegiatan tersebut sebagai sebuah bancaan, yaitu sebuah aktivitas untuk memanjatkan doa dan rasa syukur dengan cara berbagi. Bancaan kali ini menjadi khusus bagi petani garam dan warga dasun karena ambengan yang mereka sajikan bukanlah sensasi untuk konsumsi indra pencecap, namun ambengan visual dalam ujud lukisan.
Pada sesi sarasehan berikutnya, Angga Hermansyah sebagai warga Desa Dasun akan menyampaikan materi sekitar garam sebagai obyek pemajuan kebudayaan di desa Dasun dan Bancaan Rupa dari perspektif warga. Exsan Ali Setyonugroho, juga seorang warga Desa Dasun akan mengulas soal garam dalam kaitannya dengan sejarah dan budaya Lasem. Kris Budiman, pengajar, penulis dan kurator dari Yogjakarta akan membahas Bancaan Rupa sebagai karya seni sekaligus menghubungkannya dengan garam sebagai produk budaya yang punya inter-relasi dengan produk budaya lain. Adapun Heru Hikayat, kurator seni rupa dari Bandung yang saat ini menjadi kurator di Selasar Sunaryo dan menjabat sebagai Wakil Ketua Koalisi Seni akan mengupas Bancaan Rupa sebagai aktivitas environmental art dalam lanskap seni rupa kontemporer.
Seusai sarasehan, sore harinya dilakukan bancaan yang dipimpin oleh pemuka agama desa Dasun untuk menandai peresmian sekaligus selesainya lukisan garam terbesar di dunia tersebut. Bancaan dimulai setelah Sutejo, seorang seniman dari Rembang menampilkan performance art yang menggambarkan pemuliaan garam. Khalayak yang hadir di lokasi Tambak Gede bisa menyaksikan hasil akhir lukisan dari menara tawang yang dibangun oleh warga Desa Dasun. Group barongsai anak-anak dari Lasem tampil atraktif memeriahkan suasana.
Pelaksanaan Bancaan Rupa sepenuhnya didukung oleh masyarakat dan pemerintahan Desa Dasun, Lasem serta komunitas di Lasem dan Rembang lainnya. Bp. Sujarwo sebagai Kepala Desa Dasun menyambut baik kegiatan ini, sekaligus menyatakan bahwa kegiatan ini terlaksana dengan semangat kerelawanan. Baskoro Pop, pegiat heritage Lasem yang juga bertindak sebagai moderator melihat Bancaan Rupa sebagai acara yag sangat menarik karena merayakan cultural lanscape heritage Dasun berupa tambak garam kuno yang masih dimuliakan warga desa Dasun dengan cara partisipatif yang indah.
(rilis/ib)