Korupsi IUP Batu Bara di Jambi, Eks Direktur Antam Ditahan Kejagung

Setelah mendapat hasil laporan site visite dari saksi A, tersangka BM melakukan pertemuan dengan tersangka MT selaku penjual (kontraktor batu bara) pada tanggal 10 November 2010 dan telah ditentukan harga pembelian yaitu Rp 92.500.000.000 padahal belum dilakukan due dilligence.

Kemudian pada 19 November 2010 di Jakarta dilaksanakan MOU antara PT. ICR-PT. CTSP-PT.TMI-PT. RGSR dalam rangka akuisisi saham PT. CTSP yang memiliki IUP dengan luas lahan 400 hektare.

Karena PT. ICR tidak memiliki dana untuk akuisisi PT. CTSP, saksi AA yang menjabat selaku Komisaris Utama PT. ICR meminta penambahan modal kepada PT. Antam, sebesar Rp 150 miliar.

Setelah dilakukan Kajian Internal oleh PT. Antam, Tbk yang dikoordinir oleh tersangka HW, tersangka AL melalui Keputusan Direksi PT. Antam Tbk Tentang Persetujuan Atas Permohonan Penambahan Modal kepada PT. ICR tanggal 04 Januari 2011 dengan dasar Nota Dinas SM Corporate Strategic Development Nomor 515.a/CS/831/2010 tanggal 31 Desember 2010.

Nota tersebut pun telah disetujui Direksi PT. Antam (Persero), Tbk untuk dilakukannya penambahan modal disetor kepada PT. ICR sebesar Rp 121,975 miliar untuk mengakuisisi 100% saham PT. CTSP yang mempunyai aset batu bara di Sarolangun Provinsi Jambi.

Namun, persetujuan itu tidak dilakukan. Kajian Internal oleh PT. Antam, Tbk secara komprehensif, ditemukan bahwa SK Bupati Sarolangun Nomor 32 Tahun 2010 tentang Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT. TMI (KW.97 KP.211210) tanggal 22 Desember 2010 diduga fiktif.

Lantaran, pada kenyataannya lahan seluas hektar terkait izin usaha pertambangan masih eksplorasi. Due dilligence pada lahan seluas 199 hektare yang memiliki IUP OP hanya dilakukan terhadap lahan 30 hektare sehingga tidak komprehensif.

Tersangka BM dan tersangka ATY tidak pernah menunjukkan IUP asli atas lahan tambang batubara yang menjadi objek akuisisi.

Setelah dilakukan perjanjian jual beli saham pada tanggal 12 Januari 2011, tersangka MH mendapat pembayaran sebesar Rp 35 miliar, dan tersangka MT mendapatkan pembayaran Rp 56,5 miliar.

Perbuatan tersangka BM bersama-sama dengan tersangka ATY, saksi AA, tersangka HW, tersangka MH, dan tersangka MT tersebut telah sebagaimana hasil audit Kantor Akuntan Publik (KAP) Pupung Heru merugikan keuangan negara sebesar Rp 92,5 miliar. (*)

Sumber: Merdeka.com