AlurNews.com – Menghadapi tahun politik 2024 mendatang, politisasi identitas dan agama dianggap akan sangat mungkin dilakukan oleh politikus, yang dibungkus dengan kata demokrasi.
Pembahasan ini dijabarkan Guru Besar Universitas Riau, Pekanbaru, Prof. Dr. Yusman Yusuf dalam dialog terbuka yang selenggarakan oleh LSM Gerakan Bersama Rakyat (Gebrak), Kamis (15/6/2023) malam di Batam.
“Politisasi identitas adalah hal yang haram dilakukan. Itu bisa memecah belah bangsa, terutama menjelang Pemilu 2024 mendatang,” terangnya.
Baca Juga: Isi Kelas Politik, Sirajudin Nur Minta Pemuda Pahami Bagaimana Politik Bekerja
Mengenai politik identitas, hal ini dianggap sangat penting, bahkan politik identitas disebut dikisahkan ada sejak zaman Nabi Ibrahim.
Yusman mencontohkan, tidak satupun manusia yang meminta dilahirkan sebagai orang Melayu, Jawa, Bugis, atau lainnya. Bahkan dari segi keyakinan juga demikian.
Oleh sebab itu, Ia meminta jangan identitas suku, agama dipakai dalam mengembangkan sebuah kepentingan politik. Karena akan riskan menjadi sebuah politisasi identitas.
Yusman menambahkan, politik juga merupakan kekuatan yang memaksa. Oleh sebab itu benteng kebudayaan juga mempunyai peran penting dalam berpolitik.
“Bagaimana cara manusia menyelematkan dirinya (dalam rayuan politik). Kita ini kitab ikhtisar. Kita tidak berada dalam ilusi keterpisahan,” lanjutnya.
Ia juga mengingatkan, Identitas tidak boleh dipolitisasi. Namun politik identitas diperlukan, hal ini dianggapnya menjadi salah satu poin penting lahirnya Provinsi Kepri.
“Kepri ini lahir karena identitas. Kita orang pulau yang terlepas dari Sumatra, mari kita bangun dalam semangat Kepulauan yang didalamnya berhimpun seluruh masyarakat dari beragam latar belakang. Bahasa, agama, nilai yang berbeda beda. Dengan semangat Archipelego kita harus memisahkan diri dari Riau yang di sumatera. Itu politik identitas. Tapi tidak mempolitisasi kamar-kamar yang ada di rumah besar atau Provinsi Kepri,” ungkapnya. (Nando)
Lebih lanjut Prof Yusmar mengatakan, yang masih berkembang saat ini adalah politisasi agama. Agama ini selalu mengambil setting agama mayoritas. Hal itu terjadi di beberapa daerah bahkan di beberapa Negara.
“Politik praktis pasti terjadi. Untuk mencegah itu, kita bersama-sama mencerdaskan konstituen. Tidak baik mempolitisasi agama,” tuturnya.